Gubernur Bengkulu Copot Kepala SMKN 2 Rejang Lebong

RADAR.CO.ID – Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan akhirnya mencopot Agustinus Dani Dadang Sumantri dari jabatannya sebagai Kepala SMKN 2 Rejang Lebong.
Ini buntut dari polemik yang terjadi di lingkungan SMKN 2 Rejang Lebong dan viral di media sosial belakangan ini.
BACA JUGA :
Sampaikan Petisi, Puluhan Guru SMKN 2 Rejang Lebong Desak Gubernur Nonaktifkan Kepala Sekolah
Pencopotan tersebut setelah adanya Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor SK 593 Tahun 2025 tentang pemberhentian penugasan guru sebagai kepala sekolah di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu yang ditandatangani 16 Juni 2025.
Tidak hanya itu, pencopotan itu juga menindaklanjuti nota dinas dari Nota Dinas Inspektorat Daerah Provinsi Bengkulu Nomor: R.700/1/INP/2025 Tanggal 8 Mei 2025 Hal Eksekutif Summary Hasil Pemeriksaan terkait dugaan pemotongan Dana Bantuan Pendidikan Program Indoneaia Pintar (PIP) Tahun Pelajaran 2024/2025 pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Kabupaten Rejang Lebong dan Telaah Staf dari Nota Dinas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Nomor B. 800.1.6/279.1/Dikbud/2025 tanggal 13 Juni 2025.
Sekedar mengulas, ketegangan tengah melanda SMKN 2 Rejang Lebong. Puluhan guru dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut secara resmi meminta Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan SE, untuk menonaktifkan Kepala Sekolah, Agustinus Dani DS, MPd.
BACA JUGA :
Perbaikan Jalan Provinsi di Bengkulu Dimulai Pekan Ini, Total Anggaran Capai Rp550 Miliar
Permintaan ini disampaikan melalui sebuah petisi yang ditandatangani oleh 37 orang guru dan staf sekolah.

Salah satu inisiator petisi, Alexander Leo Permadi, menyampaikan bahwa langkah ini diambil sebagai bentuk keprihatinan atas gaya kepemimpinan kepala sekolah yang dinilai tidak sehat.
“Kami berharap Gubernur segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan kepala sekolah. Sudah terlalu banyak kebijakan yang merugikan,” ungkap Alexander.
Dalam petisi tersebut, terdapat sejumlah poin keberatan yang disampaikan para guru. Di antaranya adalah dugaan kepemimpinan yang otoriter, praktik pemotongan dana bantuan pendidikan, serta intimidasi terhadap guru honorer dan ASN.
“Jika tidak ada tindakan cepat, dikhawatirkan akan muncul lebih banyak kebijakan yang merugikan pihak sekolah,” kata Alexander. (Red)
1 Komentar